Friday, 23 March 2012 | |
Tema
World Water Day pada tahun 2012 ini adalah ”Water and Food Security”.
Tema ini mengingatkan kita bahwa air merupakan salah satu faktor penting
dalam memproduksi pangan. Air yang masuk ke tubuh manusia,selain
melalui minuman,juga melalui makanan.Tidak mengherankan apabila ada
pernyataan yang mengatakan bahwa ”manusia adalah air”, hal itu mengingat
70%–80% tubuh manusia terdiri atas air. Masalah yang berhubungan dengan
sumber daya air di dunia saat ini semakin serius.
Masalah
tersebut, antara lain (1) Terlalu sedikit (kekeringan) atau terlalu
banyaknya air (banjir); (2) Distribusi yang tidak merata; dan (3)
Kualitas sumber daya air yang trennya cenderung terus menurun. Krisis
air ini juga melanda Indonesia.Secara umum,negara kita ini merupakan
salah satu dari 10 negara yang kaya air. Konon,beberapa data
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 6% persediaan air dunia atau
sekitar 21% dari persediaan air Asia Pasifik.
Namun, pada kenyataannya,dari tahun ke tahun negeri ini mengalami krisis air. Agus Dharma (2010) juga menyebutkan bahwa ketersediaan air di Indonesia sebenarnya sangatlah berlimpah, yakni sekitar 15.000 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Namun, Pulau Jawa yang berpenduduk 65% dari total penduduk nasional dan luas daratannya hanya sekitar 7% dari luas daratan Indonesia hanya memiliki ketersediaan air sekitar 1.750 meter kubik per kapita per tahun,atau memiliki sekitar 4,5% dari total air tawar yang ada di Indonesia. Jumlah tersebut tentu akan semakin menurun karena meningkatnya jumlah penduduk yang sangat pesat. Belum lagi kualitas air yang juga cenderung memburuk,terutama di kawasan urban. Urbanisasi yang tanpa kendali semakin menambah peliknya masalah sumber daya air di Pulau Jawa. Akibat serius dari semakin menurunnya daya dukung sumber daya air adalah di sektor pangan. Secara umum, penduduk yang mengalami kelaparan biasanya berada di wilayah yang memang sulit juga sumber daya airnya. Data menunjukkan bahwa sekitar 70%–80% kebutuhan air tawar adalah untuk memenuhi keperluan irigasi (pertanian). Adapun sisanya untuk kebutuhan industri dan rumah tangga.Mengingat tingginya persentase penggunaan air untuk memproduksi pangan,maka krisis air dipastikan akan berdampak serius terhadap ketersediaan pangan. Di samping itu,pemanasan dan perubahan iklim global sering dituding sebagai salah satu penyebab terjadinya krisis air. Sirkulasi air secara global terpengaruh adanya fenomena ini. Pola dan distribusi curah hujan sudah banyak berubah.Banjir besar di Australia dan Thailand beberapa waktu lalu adalah sebagai salah satu contoh nyata. Bahkan,banjir yang melanda beberapa wilayah di Indonesia akhir-akhir ini juga merupakan gejala yang relevan dengan kondisi tersebut.Perubahan pola curah hujan yang terjadi dipastikan berimbas pada pola kekeringannya. Peningkatan suhu permukaan bumi juga menyebabkan menaiknya potensi penguapan air di permukaan tanah. Hal ini akan menyebabkan semakin cepat ”hilangnya”air di permukaan tanah. Kalau banjir terjadi pada musim penghujan masihlah wajar,tetapi kalau banjir terjadi saat musim kemarau,itu sesuatu yang terasa aneh walau sudah ada faktanya.Demikian juga kesulitan air pada musim kemarau adalah logis,tetapi kesulitan air saat musim penghujan, sesuatu yang sepertinya aneh. Itulah akibat perubahan pola sirkulasi air yang terjadi secara global maupun regional. Ironisnya,kondisi yang memprihatinkan ini kebanyakan menimpa warga masyarakat miskin.Air kotor tidak layak konsumsi menimbulkan berbagai macam penyakit seperti kolera,disentri, tifus,dan hepatitis.Kekeringan juga banyak menimpa warga kurang mampu,baik secara ekonomi maupun politik. Korban terparah dari ancaman krisis air bersih,terutama anak-anak dan kaum ibu.Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga memprediksi Indonesia pada tahun 2025 sebagai salah satu negara yang secara ekonomi akan mengalami ancaman serius karena krisis air bersih. Kekeringan dan banjir yang terasa semakin parah dari tahun ke tahun, bukan lagi sekadar bencana yang terjadi secara alamiah,melainkan dipastikan sebagai bencana lingkungan antroposentrisme karena manusia. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut,diusulkan beberapa skenario,antara lain memanen air hujan pada musim hujan semaksimal mungkin sehingga kekhawatiran musim kering yang panjang bisa dikompensasi dengan adanya cadangan air hujan yang dipanen ini.Pemanenan air hujan juga akan mengurangi risiko banjir pada musim penghujan karena banjir dan kekeringan ini sangat erat kaitannya. Air hujan yang dipanen,di samping bisa digunakan untuk sumber air bersih domestik, juga bisa digunakan untuk irigasi tanaman dan untuk mengisi cadangan air tanah yang semakin surut di beberapa wilayah,terutama wilayah perkotaan. Dalam Alquran terdapat sekitar 35 ayat memberikan petunjuk kepada manusia agar bisa mensyukuri nikmat Tuhan berupa air hujan untuk menyokong kehidupan. Manfaatnya tidak hanya untuk manusia,juga untuk makhluk hidup lainnya.
Penulis :
Dr.Ing. Ir. Widodo Brontowiyono, M.Sc
Dosen Teknik Lingkungan UII Yogyakarta,
Pendiri Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan, dan anggota MLH PWM DIY
Tulisan ini diterbitkan pada Koran Sindo edisi 22 Maret 2012
Dapat dibaca juga di http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/479719/36/
|
Minggu, 19 Agustus 2012
Air, Pangan, dan Perubahan Iklim
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar