Friday, 23 March 2012 | |
Secara
umum sungai yang masuk wilayah perkotaan di Indonesia selalu dipenuhi
dengan permukiman penduduk yang padat. Kondisi ini dismaping secara
social rentan terhadap konflik, juga menimbulkan masalah lingkungan.
Berbagai data menunjukkan bahwa kualitas air sungai begitu masuk
perkotaan cenderung drop, menurun, karena limbah yang dibaung oleh
masayarakat dan industry melebihi daya tamping sungai.
Masalah lain adalah
sampah, ruang terbuka hijau, status kepemilikan lahan, bantaran sungai
yang rawan kena banjir, dsb. Demikian juga Sungai Code yang melintas di
tengah Kota Yogyakarta. Sungai ini relative kecil, tetapi
permasalahannya sungguh kompleks. Sebenarnya sungai ini memiliki daya
tarik yang luar biasa, tidak hanya masayarakat local Yogyakarta tetapi
warga lain kota bahkan orang luar negeri. Hal itu dsampaikan oleh
Direktur DPPM (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UII,
Dr._Ing Widodo Brontowiyono selaku nara sumber dalam acara diskusi
antara delegasi professional fellows dari USA, Pemerti Code, Badan
Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, warga masyarakat sekitar Code, API
Yogyakarta dan mahasiswa KKN UII angkatan 44.
Pada hari Kamis (22/03/2012) empat delegasi dari USA mengadakan kunjungan ke Sungai Code untuk melihat dari dekat dan diskusi dengan stakeholder yang selama ini aktif menangani Sungai Code. Sebelum diskusi, para tamu delegasi USA masing-masing dua orang dari Michigan dan dua orang dari Florida telah diantar keliling sungai oleh Drs. Totok Pratopo, ketua Pemerti Code. Para tamu menyaksikan mata air di tepi sungai yang dijadikan sebagai sumber air bersih warga. Kepadatan bangunan dan kehidupan social warga juga menjadi pengamatan yang serius bagi para tamu yang sedang ”belajar” mengelola sungai di Indonesia ini. Pada kesempatan tersebut, Widodo juga menyampaikan presentasi terkait pengembangan Sungai Code yang memiliki aspek lingkungan, social, dan ekonomi melalui upaya pengembangan wisata sungai. Peran perguruan tinggi dengan segala keberhasilan dan problemnya dalam pendampingan warga sungai baik melalui perencanaan bersama atau pengembangan kapasitas public dipaparkan oleh Direktur DPPM UII yang juga dosen Jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII ini. Sedangkan Totok Pratopo menyampaikan sejarah perkembangan kesadaran masyarakat sehingga terbentuklah Pemerti Code yang sangat aktif dalam gerakan membangun kesadaran bersama dalam menjaga kualitas lingkungan dan kehidupan warga. Masalah kelembagaan juga disinggung oleh Widodo dan Totok. Keduanya sepakat bahwa kelembagaan pengelolaan sungai Code ini perlu diperkuat dan dipertegas lagi. Menanggapi tentang kelembagaan ini, Matthew Joseph selaku Enviromental Coordinator di Ann Arbor Michigan mengatakan bahwa pengelolaan sungai di wilayahnya dilakukan oleh organisasi masyarakat, semacam NGO. Pemerintah sangat menghargai dan percaya pada NGO ini karena semua pengurusnya selalu terdiri dari orang-orang yang kredibel dan semua biaya ditanggung oleh masyarakat sendiri dalam upaya pengembangan organisasi dan kelembagaan. Sedangkan pemerintah yang melaksanakan apa yang direkomendasikan oleh warga masyarakat tadi. Program “adopsi sungai” di Michigan merupakan program yang menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Program ini melibatkan warga yang mengadopsi sungai untuk selalu berbuat nyata dalam upaya pengelolaan sungai, misalnya kebersihan, estetika, konservasi, dsb. Wendy Rampson, selaku Planing Manager di kota Ann Arbor Michigan mengapresiasi apa yang telah dilakukan Pemerti Kali Code dan kampus khususnya UII. Ia menuturkan bahwa penanganan yang dilakukan sekarang sudah bagus. Ia juga membandingkan di Negaranya bahwa untuk menuju Kali yang bersih diperlukan waktu yang lama. “perlu minimal dua puluh tahun” paparnya. Sally Palmi sebagai Assistant Public Work, Director Waste Management di Florida, menambahkan bahwa di Florida ada pembelian tanah di dekat sungai oleh pemerintah sehingga tanah di pinggir kali dapat dijadikan lahan publik. Sedangkan Sean H. McLendon, selaku Country comissioners di Florida mengatakan bahwa area pinggir sungai merupakan lahan publik. LSM di Florida terus mendorong pemerintah bahwa penanggulangan lahan Kali merupakan hal serius dan penting. “Saling belajar antara dua bangsa yang berbeda kondisi dan kulturnya ternyata sangat menarik dan bisa saling mengisi”, ungkap Widodo mengakhiri diskusi. “Semoga bisa dilanjutkan pada tataran kegiatan yang lebih aplikatif”, ungkap Totok.
http://environment.uii.ac.id/content/view/285/185/
|
Minggu, 19 Agustus 2012
Delegasi AS “belajar” Pengelolaan Sungai Code
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar