Minggu, 26 Agustus 2012
Jumat, 24 Agustus 2012
Kamis, 23 Agustus 2012
10 Langkah Cara Mendatangkan Rezeki
Banyak jalan yang bisa ditempuh
untuk menjemput rezeki. Berikut sepuluh diantaranya..
1. Taqwa
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,” (QS ath-Thalaq: 2-3).
2. Tawakal
Nabi s.a.w. bersabda: “Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, nescaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (Riwayat Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab r.a.)
3. Shalat
Firman Allah dalam hadis qudsi: “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (solat Dhuha), nanti pasti akan Aku cukupkan keperluanmu pada petang harinya.” (Riwayat al-Hakim dan Thabrani)
4. Istighfar
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu ke-bun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS Nuh: 10-12).
“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim).
5. Silaturahmi
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturahim.”
6. Sedekah
Sabda Nabi s.a.w.: “Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rezeki melainkan kerana orang-orang lemah di kalangan kamu.” (Riwayat Bukhari)
7. Berbuat Kebaikan
“Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Alqashash:84)
Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah tdk akan zalim pd hambanya yg berbuat kebaikan.Dia akan dibalas dengan diberi rezeki di dunia dan akan dibalas dengan pahala di akhirat.(HR. Ahmad)
8. Berdagang
Dan Nabi SAW bersabda: “Berniagalah, karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki itu ada dalam perniagaan” (Riwayat Ahmad)
9. Bangun Pagi
Fatimah (putri Rasulullah) berkata bahwa saat Rasulullah ( S.A.W.) melihatnya masih terlentang di tempat tidurnya di pagi hari, beliau (S.A.W.) mengatakan kepadanya, “Putriku, bangunlah dan saksikanlah kemurahan-hati Tuhanmu, dan janganlah menjadi seperti kebanyakan orang. Allah membagikan rezeki setiap harinya pada waktu antara mulainya subuh sampai terbitnya matahari. ( H.R. Al-Baihaqi)
Aisyah juga meceritakan sebuah hadits yang hampir sama maknanya, yang mana Rasulullah (S.A.W.) bersabda, “Bangunlah pagi-pagi untuk mencari rezekimu dan melakukan tugasmu, karena hal itu membawa berkah dan kesuksesan. (H.R. At-Tabarani)
10. Bersyukur
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim:7)
1. Taqwa
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,” (QS ath-Thalaq: 2-3).
2. Tawakal
Nabi s.a.w. bersabda: “Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, nescaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (Riwayat Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab r.a.)
3. Shalat
Firman Allah dalam hadis qudsi: “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (solat Dhuha), nanti pasti akan Aku cukupkan keperluanmu pada petang harinya.” (Riwayat al-Hakim dan Thabrani)
4. Istighfar
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu ke-bun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS Nuh: 10-12).
“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim).
5. Silaturahmi
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturahim.”
6. Sedekah
Sabda Nabi s.a.w.: “Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rezeki melainkan kerana orang-orang lemah di kalangan kamu.” (Riwayat Bukhari)
7. Berbuat Kebaikan
“Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Alqashash:84)
Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah tdk akan zalim pd hambanya yg berbuat kebaikan.Dia akan dibalas dengan diberi rezeki di dunia dan akan dibalas dengan pahala di akhirat.(HR. Ahmad)
8. Berdagang
Dan Nabi SAW bersabda: “Berniagalah, karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki itu ada dalam perniagaan” (Riwayat Ahmad)
9. Bangun Pagi
Fatimah (putri Rasulullah) berkata bahwa saat Rasulullah ( S.A.W.) melihatnya masih terlentang di tempat tidurnya di pagi hari, beliau (S.A.W.) mengatakan kepadanya, “Putriku, bangunlah dan saksikanlah kemurahan-hati Tuhanmu, dan janganlah menjadi seperti kebanyakan orang. Allah membagikan rezeki setiap harinya pada waktu antara mulainya subuh sampai terbitnya matahari. ( H.R. Al-Baihaqi)
Aisyah juga meceritakan sebuah hadits yang hampir sama maknanya, yang mana Rasulullah (S.A.W.) bersabda, “Bangunlah pagi-pagi untuk mencari rezekimu dan melakukan tugasmu, karena hal itu membawa berkah dan kesuksesan. (H.R. At-Tabarani)
10. Bersyukur
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim:7)
Refrensi : Shalatdhuha
Minggu, 19 Agustus 2012
HLH 2012: “Ekonomi Hijau: Ubah Perilaku, Tingkatkan Kualitas Lingkungan”
HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA 2012 “Ekonomi Hijau: Ubah Perilaku, Tingkatan Kualitas Lingkungan” Jakarta, 5 April 2012 – Dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia tanggal 5 Juni 2012, UNEP telah menetapkan tema Hari Lingkungan Hidup Internasional adalah Green Economy: “Does It Include You”. Tema ini diharapkan menjadi tema sentral bagi agenda peringatan hari lingkungan [...]
HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA 2012
“Ekonomi Hijau: Ubah Perilaku, Tingkatan Kualitas Lingkungan”
“Ekonomi Hijau: Ubah Perilaku, Tingkatan Kualitas Lingkungan”
Jakarta, 5 April 2012
– Dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia tanggal 5
Juni 2012, UNEP telah menetapkan tema Hari Lingkungan Hidup
Internasional adalah Green Economy: “Does It Include You”.
Tema ini diharapkan menjadi tema sentral bagi agenda peringatan hari
lingkungan hidup nasional di setiap negara. Sehubungan dengan hal
tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup telah menetapkan tema Hari
Lingkungan Hidup (HLH) 2012 adalah “Ekonomi Hijau: Ubah Perilaku, Tingkatan Kualitas Lingkungan”.
Makna utama dari tema ini adalah pentingnya masyarakat merubah
paradigma dan juga perilaku sehingga kualitas lingkungan hidup yang
lebih baik akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Beberapa Negara di seluruh dunia saat ini masih dihantui oleh ancaman
krisis global. Tidak hanya itu, masyarakat dunia juga dihadapkan pada
persoalan serius terkait dengan degradasi sumber daya alam, energi,
lingkungan, dan pangan. Bahkan, di beberapa negara Eropa kini tengah
tengah menghadapi krisis finansial. Sementara posisi Indonesia masih
menghadapi tantangan besar dimana model pembangunan ekonomi yang
dikembangkan telah menggerakkan pembangunan ekonomi yang masih
mengandalkan pada eksploitasi sumberdaya alam. Hal inilah yang
menyebabkan Pembangunan Berkelanjutan yang digagas bersama masih perlu
perjuangan dan jalan yang panjang untuk mewujudkannya.
Ekonomi hijau yang dimaksud disini
adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan kesetaraan sosial
yang juga dimaksudkan untuk mengurangi resiko kerusakan lingkungan.
Karena pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK
sebesar 20% pada tahun 2020 dengan upaya sendiri dan sebesar 41% dengan
bantuan internasional. Penurunan emisi GRK menuntut arah pembangunan
yang rendah karbon yang pada akhirnya seharusnya berujung pada konsep
pembangunan hijau yang juga mencakup produksi dan konsumsi yang
berkelanjutan. Ini semua merupakan perwujudan pembangunan berkelanjutan
yang telah dicanangkan sejak lama.
Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof.
Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, dalam sambutannya mengatakan, “Mari kita
jadikan momentum Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2012 untuk
menjadi ekonomi hijau sebagai penggerak Pembangunan Berkelanjutan.
Peringatan ini hendaknya menjadi bagian dari upaya kita bersama untuk
membangun “gerakan lingkungan hidup” yang lebih masif. Kami mengajak
semua pihak untuk berpartisipasi dalam melakukan internalisasi ekonomi
hijau dalam pembangunan baik di pusat di di daerah. Ekonomi hijau adalah
persoalan keadilan sosial dan berbagai upaya memasukan efisiensi dan
efektifitas ekonomi ke dalam pola hidup kita sehari-hari bukan
semata-mata persoalan teknologi dan ekonomi semata”.
Pendekatan kebijkan ekonomi hijau
merupakan suatu lompatan besar untuk meninggalkan praktek-praktek
ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek yang telah mewariskan
berbagai permasalahan yang mendesak untuk ditangani, termasuk
diantaranya menggerakkan perekonomian yang rendah karbon (low carbon economy).Pendekatan
kebijakan ekonomi hijau diharapkan mampu menggantikan
kebijakan-kebijakan lingkungan yang pada masa lampau kerap difokuskan
pada solusi jangka pendek. Bahkan lewat pendekatan baru kebijkan ekonomi
ini menurutnya mampu bisa menekankan aspek “pelestarian lingkungan” dan
“pertumbuhan ekonomi”.
Indonesia sendiri sejak awal menjadi
pioner atau penggagas dari konsep pembangunan berkelanjutan sejak
Stockholm Conference 1972. Tahun 1982, Kementerian Lingkungan Hidup
berdiri dan Agenda 21 telah disusun pada tahun 1990-an. Pembangunan
Berkelanjutan adalah milik bersama sehingga dapat melakukan berbagai hal
seperti berikut:
- Kemampuan untuk melibatkan rakyat banyak secara produktif dalam perekonomian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
- Kemampuan untuk menemukan dan membuat alat-alat produksi sendiri (peralatan tangan, barang-barang perlengkapan, teknologi) dan mengadakan penyesuaian terhadap barang-barang yang diproduksi di tempat lain dengan kebutuhan setempat.
- Kemampuan untuk menerapkan sendiri kemajuan teknik pada situasi setempat
- Kemampuan untuk menahan proses meluasnya perpecahan intern yang nyata (heterogenitas struktural) dan memulihkannya.
- Kemampuan untuk menghormati, dalam peraturan yang berlaku hak-hak rakyat banyak dan martabat manusia.
Terkait dengan perubahan iklim, konsep
ekonomi hijau merupakan konsep terintegrasi yang utuh dan tidak
terpisah-pisah. Untuk itu konsep ekonomi hijau perlu diturunkan menjadi
konsep terintegrasi yang utuh, membumi dan dapat diimplementasikan
sesuai arah pembangunan yang pro-poor, pro-job, pro-growth dan pro-environment.
Hal ini memerlukan kerjasama semua pihak untuk menjadi Pembangunan
Berkelanjutan menjadi nafas hidup sehari-hari dalam konteks berbangsa
dan bernegara di seluruh pelosok negeri dan diseluruh relung hidup
masyarakat.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2012
akan dilaksanakan berbagai kegiatan seperti; Puncak HLH yang akan
dilaksanakan di Istana Negara pada 5 Juni 2012; Pekan Lingkungan pada
tanggal 14 – 17 Juni di Jakarta Convention Centre. Acara di Istana
Negara meliputi Anugerah Adipura, Adiwiyata, Kalpataru, seerta
penyerahan Status Lingkungan Hidup Indonesia dan Sampul Hari Pertama.
Pekan Lingkungan akan diadakan berbagai kegiatan seperti; gerakan hijau
seperti menanam dan memelihara pohon, 3R, bersepeda, pameran lingkungan,
eco driving, green music, eco creative, CSR lingkungan serta berbagai seminar dan workshop.
Menutup sambutan, MenLH juga berpesan,
“Mari bersama-sama kita mewujudkan keadilan sosial melalui Pembangunan
Berkelanjutan yang menjadikan Ekonomi Hijau menjadi salah satu pilar
utamanya”. Peringatan ini hendaknya menjadi bagian dari upaya kita
bersama untuk membangun “gerakan lingkungan hidup” yang lebih masif.
Untuk Informasi Lebih Lanjut:
Ir. Ilyas Asaad, M.P, Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup, Tlp/Fax: 8580087, email: humas.klh@gmail.com
http://www.menlh.go.id/hlh-2012-ekonomi-hijau-ubah-perilaku-tingkatkann-kualitas-lingkungan/
Air, Pangan, dan Perubahan Iklim
Friday, 23 March 2012 | |
Tema
World Water Day pada tahun 2012 ini adalah ”Water and Food Security”.
Tema ini mengingatkan kita bahwa air merupakan salah satu faktor penting
dalam memproduksi pangan. Air yang masuk ke tubuh manusia,selain
melalui minuman,juga melalui makanan.Tidak mengherankan apabila ada
pernyataan yang mengatakan bahwa ”manusia adalah air”, hal itu mengingat
70%–80% tubuh manusia terdiri atas air. Masalah yang berhubungan dengan
sumber daya air di dunia saat ini semakin serius.
Masalah
tersebut, antara lain (1) Terlalu sedikit (kekeringan) atau terlalu
banyaknya air (banjir); (2) Distribusi yang tidak merata; dan (3)
Kualitas sumber daya air yang trennya cenderung terus menurun. Krisis
air ini juga melanda Indonesia.Secara umum,negara kita ini merupakan
salah satu dari 10 negara yang kaya air. Konon,beberapa data
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 6% persediaan air dunia atau
sekitar 21% dari persediaan air Asia Pasifik.
Namun, pada kenyataannya,dari tahun ke tahun negeri ini mengalami krisis air. Agus Dharma (2010) juga menyebutkan bahwa ketersediaan air di Indonesia sebenarnya sangatlah berlimpah, yakni sekitar 15.000 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Namun, Pulau Jawa yang berpenduduk 65% dari total penduduk nasional dan luas daratannya hanya sekitar 7% dari luas daratan Indonesia hanya memiliki ketersediaan air sekitar 1.750 meter kubik per kapita per tahun,atau memiliki sekitar 4,5% dari total air tawar yang ada di Indonesia. Jumlah tersebut tentu akan semakin menurun karena meningkatnya jumlah penduduk yang sangat pesat. Belum lagi kualitas air yang juga cenderung memburuk,terutama di kawasan urban. Urbanisasi yang tanpa kendali semakin menambah peliknya masalah sumber daya air di Pulau Jawa. Akibat serius dari semakin menurunnya daya dukung sumber daya air adalah di sektor pangan. Secara umum, penduduk yang mengalami kelaparan biasanya berada di wilayah yang memang sulit juga sumber daya airnya. Data menunjukkan bahwa sekitar 70%–80% kebutuhan air tawar adalah untuk memenuhi keperluan irigasi (pertanian). Adapun sisanya untuk kebutuhan industri dan rumah tangga.Mengingat tingginya persentase penggunaan air untuk memproduksi pangan,maka krisis air dipastikan akan berdampak serius terhadap ketersediaan pangan. Di samping itu,pemanasan dan perubahan iklim global sering dituding sebagai salah satu penyebab terjadinya krisis air. Sirkulasi air secara global terpengaruh adanya fenomena ini. Pola dan distribusi curah hujan sudah banyak berubah.Banjir besar di Australia dan Thailand beberapa waktu lalu adalah sebagai salah satu contoh nyata. Bahkan,banjir yang melanda beberapa wilayah di Indonesia akhir-akhir ini juga merupakan gejala yang relevan dengan kondisi tersebut.Perubahan pola curah hujan yang terjadi dipastikan berimbas pada pola kekeringannya. Peningkatan suhu permukaan bumi juga menyebabkan menaiknya potensi penguapan air di permukaan tanah. Hal ini akan menyebabkan semakin cepat ”hilangnya”air di permukaan tanah. Kalau banjir terjadi pada musim penghujan masihlah wajar,tetapi kalau banjir terjadi saat musim kemarau,itu sesuatu yang terasa aneh walau sudah ada faktanya.Demikian juga kesulitan air pada musim kemarau adalah logis,tetapi kesulitan air saat musim penghujan, sesuatu yang sepertinya aneh. Itulah akibat perubahan pola sirkulasi air yang terjadi secara global maupun regional. Ironisnya,kondisi yang memprihatinkan ini kebanyakan menimpa warga masyarakat miskin.Air kotor tidak layak konsumsi menimbulkan berbagai macam penyakit seperti kolera,disentri, tifus,dan hepatitis.Kekeringan juga banyak menimpa warga kurang mampu,baik secara ekonomi maupun politik. Korban terparah dari ancaman krisis air bersih,terutama anak-anak dan kaum ibu.Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga memprediksi Indonesia pada tahun 2025 sebagai salah satu negara yang secara ekonomi akan mengalami ancaman serius karena krisis air bersih. Kekeringan dan banjir yang terasa semakin parah dari tahun ke tahun, bukan lagi sekadar bencana yang terjadi secara alamiah,melainkan dipastikan sebagai bencana lingkungan antroposentrisme karena manusia. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut,diusulkan beberapa skenario,antara lain memanen air hujan pada musim hujan semaksimal mungkin sehingga kekhawatiran musim kering yang panjang bisa dikompensasi dengan adanya cadangan air hujan yang dipanen ini.Pemanenan air hujan juga akan mengurangi risiko banjir pada musim penghujan karena banjir dan kekeringan ini sangat erat kaitannya. Air hujan yang dipanen,di samping bisa digunakan untuk sumber air bersih domestik, juga bisa digunakan untuk irigasi tanaman dan untuk mengisi cadangan air tanah yang semakin surut di beberapa wilayah,terutama wilayah perkotaan. Dalam Alquran terdapat sekitar 35 ayat memberikan petunjuk kepada manusia agar bisa mensyukuri nikmat Tuhan berupa air hujan untuk menyokong kehidupan. Manfaatnya tidak hanya untuk manusia,juga untuk makhluk hidup lainnya.
Penulis :
Dr.Ing. Ir. Widodo Brontowiyono, M.Sc
Dosen Teknik Lingkungan UII Yogyakarta,
Pendiri Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan, dan anggota MLH PWM DIY
Tulisan ini diterbitkan pada Koran Sindo edisi 22 Maret 2012
Dapat dibaca juga di http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/479719/36/
|
Delegasi AS “belajar” Pengelolaan Sungai Code
Friday, 23 March 2012 | |
Secara
umum sungai yang masuk wilayah perkotaan di Indonesia selalu dipenuhi
dengan permukiman penduduk yang padat. Kondisi ini dismaping secara
social rentan terhadap konflik, juga menimbulkan masalah lingkungan.
Berbagai data menunjukkan bahwa kualitas air sungai begitu masuk
perkotaan cenderung drop, menurun, karena limbah yang dibaung oleh
masayarakat dan industry melebihi daya tamping sungai.
Masalah lain adalah
sampah, ruang terbuka hijau, status kepemilikan lahan, bantaran sungai
yang rawan kena banjir, dsb. Demikian juga Sungai Code yang melintas di
tengah Kota Yogyakarta. Sungai ini relative kecil, tetapi
permasalahannya sungguh kompleks. Sebenarnya sungai ini memiliki daya
tarik yang luar biasa, tidak hanya masayarakat local Yogyakarta tetapi
warga lain kota bahkan orang luar negeri. Hal itu dsampaikan oleh
Direktur DPPM (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UII,
Dr._Ing Widodo Brontowiyono selaku nara sumber dalam acara diskusi
antara delegasi professional fellows dari USA, Pemerti Code, Badan
Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, warga masyarakat sekitar Code, API
Yogyakarta dan mahasiswa KKN UII angkatan 44.
Pada hari Kamis (22/03/2012) empat delegasi dari USA mengadakan kunjungan ke Sungai Code untuk melihat dari dekat dan diskusi dengan stakeholder yang selama ini aktif menangani Sungai Code. Sebelum diskusi, para tamu delegasi USA masing-masing dua orang dari Michigan dan dua orang dari Florida telah diantar keliling sungai oleh Drs. Totok Pratopo, ketua Pemerti Code. Para tamu menyaksikan mata air di tepi sungai yang dijadikan sebagai sumber air bersih warga. Kepadatan bangunan dan kehidupan social warga juga menjadi pengamatan yang serius bagi para tamu yang sedang ”belajar” mengelola sungai di Indonesia ini. Pada kesempatan tersebut, Widodo juga menyampaikan presentasi terkait pengembangan Sungai Code yang memiliki aspek lingkungan, social, dan ekonomi melalui upaya pengembangan wisata sungai. Peran perguruan tinggi dengan segala keberhasilan dan problemnya dalam pendampingan warga sungai baik melalui perencanaan bersama atau pengembangan kapasitas public dipaparkan oleh Direktur DPPM UII yang juga dosen Jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII ini. Sedangkan Totok Pratopo menyampaikan sejarah perkembangan kesadaran masyarakat sehingga terbentuklah Pemerti Code yang sangat aktif dalam gerakan membangun kesadaran bersama dalam menjaga kualitas lingkungan dan kehidupan warga. Masalah kelembagaan juga disinggung oleh Widodo dan Totok. Keduanya sepakat bahwa kelembagaan pengelolaan sungai Code ini perlu diperkuat dan dipertegas lagi. Menanggapi tentang kelembagaan ini, Matthew Joseph selaku Enviromental Coordinator di Ann Arbor Michigan mengatakan bahwa pengelolaan sungai di wilayahnya dilakukan oleh organisasi masyarakat, semacam NGO. Pemerintah sangat menghargai dan percaya pada NGO ini karena semua pengurusnya selalu terdiri dari orang-orang yang kredibel dan semua biaya ditanggung oleh masyarakat sendiri dalam upaya pengembangan organisasi dan kelembagaan. Sedangkan pemerintah yang melaksanakan apa yang direkomendasikan oleh warga masyarakat tadi. Program “adopsi sungai” di Michigan merupakan program yang menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Program ini melibatkan warga yang mengadopsi sungai untuk selalu berbuat nyata dalam upaya pengelolaan sungai, misalnya kebersihan, estetika, konservasi, dsb. Wendy Rampson, selaku Planing Manager di kota Ann Arbor Michigan mengapresiasi apa yang telah dilakukan Pemerti Kali Code dan kampus khususnya UII. Ia menuturkan bahwa penanganan yang dilakukan sekarang sudah bagus. Ia juga membandingkan di Negaranya bahwa untuk menuju Kali yang bersih diperlukan waktu yang lama. “perlu minimal dua puluh tahun” paparnya. Sally Palmi sebagai Assistant Public Work, Director Waste Management di Florida, menambahkan bahwa di Florida ada pembelian tanah di dekat sungai oleh pemerintah sehingga tanah di pinggir kali dapat dijadikan lahan publik. Sedangkan Sean H. McLendon, selaku Country comissioners di Florida mengatakan bahwa area pinggir sungai merupakan lahan publik. LSM di Florida terus mendorong pemerintah bahwa penanggulangan lahan Kali merupakan hal serius dan penting. “Saling belajar antara dua bangsa yang berbeda kondisi dan kulturnya ternyata sangat menarik dan bisa saling mengisi”, ungkap Widodo mengakhiri diskusi. “Semoga bisa dilanjutkan pada tataran kegiatan yang lebih aplikatif”, ungkap Totok.
http://environment.uii.ac.id/content/view/285/185/
|
Potensi Pesisir dan Laut menjadi sarana belajar bidang lingkungan
Program
studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Islam Indonesia terus mempersiapkan diri dalam menghadapi
tantangan permasalahan lingkungan global. Hal ini terlihat dari
keseriusan Program Studi Teknik Lingkungan dalam pemilihan dan penerapan
metode pembelajaran (learning methode) dalam kegiatan belajar mengajarnya.
Program studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia yang berada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sangat mendukung aplikasi dari teori yang didapatkan selama perkuliahan di kelas. Hal ini mengingat Yogyakarta memiliki banyak pantai, sungai bahkan Gunung Merapi yang dapat membantu mahasiswa untuk dapat mengkaji permasalahan lingkungan yang terjadi pada objek kajian secara riil.
Dewasa ini pencemaran laut semakin memprihatinkan,
padahal seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau dengan panjang garis
pantai kurang lebih 81.000 km, termasuk DIY. Hal ini diperburuk oleh
dengan diberlakukannya otonomi daerah yang secara otomatis memberikan
otoritas setiap kabupaten/kota untuk mengelola wilayah pesisir dan
lautnya (termasuk pantai). Dengan demikian diperlukan suatu upaya
terpadu dimulai guna memastikan bahwa potensi-potensi tersebut dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable).
Guna menjawab permasalahan tersebut maka Prodi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia secara kontinyu aktif mengirim mahasiswanya hampir keseluruh wilayah pantai di setiap Kabupaten/kota yang ada di Propinsi DIY untuk melakukan penelitian dan pengamatan terhadap kondisi pantai. Adapun tujuan dari survey lapangan itu sendiri yaitu untuk mengenal katakteristik pesisir, mengetahui ekosistem pantai, mengidentifikasi adanya sumber pencemaran, mencari solusi untuk penanganan permasalahan pesisir, mengetahui kondisi sarana dan prasarana yang ada di pantai, mengatahui model pengelolaan pesisir wilayah kabupaten yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Sehingga dengan adanya survey lapangan wilayah pesisir diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang keadaan wilayah pantai serta menjadi informasi dan koreksi kepada pihak- pihak terkait untuk pengembangan wilayah pesisir tanpa mengganggu ekosistem pesisir yang ada di pantai (Saprian).
Diambil dari http://environment.uii.ac.id/content/view/295/185/
|
Indonesia “Tong Sampah Limbah B3 Dunia” di Masa Mendatang?
Belum lama ini kita sempat dihebohkan dengan berita masuknya limbah B3 ke Indonesia. Beberapa waktu yang lalu Dinas Bea Cukai mendapati sebanyak 113 kontainer yang berisi limbah scrap logam yang terkontaminasi limbah B3 (Republika Online, Kamis 1/3). Limbah B3 adalah Limbah bahan berbahaya dan beracun disingkat Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan / atau beracun yang karena sifat dan / atau konsentrasinya dan / atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan / atau merusakkan lingkungan hidup dan / atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (PP No. 18 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun).
Sebenarnya ada apa dengan bangsa ini? Rasanya belum terlalu lama Indonesia merdeka, baru hampir ke-67 tahunnya namun begitu banyak perubahan, bukan menjadi lebih baik tapi malah sebaliknya masuk kedalam keterpurukan yang mendalam. Bila sewaktu di bawah kepemimpinan Bung Karno bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang keras , berani “tampil beda” dan senantiasa berpihak dan membela Negara-negara Asia-Afrika yang masih tertindas oleh kolonialisme. Sekarang semua itu seolah tinggal sejarah. Saat ini kita hanya mampu diam tak berbalas ketika bangsa-bangsa lain mengirimkan limbah B3 ke Indonesia. Bukankah itu suatu penghinaan atas moral bangsa? Wong Negara yang subur makmur gini kok malah dijadikan tempat pembuangan limbah B3 oleh Negara lain. Negara lain yang “cuma” dapat kiriman asap dari kebakaran hutan di Indonesia yang notabenenya tidak ada faktor kesengajaan, hanya karena fakor angin sehingga sampai ke Negera tetangga (Malaysia, Singapura) namun mereka sudah heboh bukan kepalang.
Apakah fenomena itu masih kurang untuk membangunkan kita dari tidur yang panjang? Satu hal lagi terkait fenomena pemanasan iklim global (Global Climate Change). Laju pertumbuhan penduduk dunia terutama di Negara-negara belum berkembang dan terbelakang, telah menimbulkan banyak masalah bagi umat manusia. Masalah-masalah tersebut antara lain kebutuhan pangan, pemukiman, lapangan pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya yang akan berdampak pada masalah lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya jumlah penduduk turut memacu pembangunan, dalam pembangunan sendiri memerlukan berbagai sumberdaya, baik itu sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Tak ada yang salah memang dengan konsep pembangunan yang tengah gencar-gencarnya dilakukan semua orang di berbagai Negara, termasuk di Indonesia. Namun satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana agar pembangunan tersebut tidak mengganggu fungsi daripada lingkungan., karena lingkungan hidup memiliki kapasitas terbatas untuk mampu mendukung beban pencemaran dan pengrusakan yang diterimanya.
Protokol Kyoto di Jepang yang merupakan sebuah persetujuan internasional yang sah mewajibkan Negara-negara industri untuk mengurangi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5,2% dari tingkat emisi pada tahun 1990. Namun berdasarkan pertemuan lanjutan para pemimpin Negara anggota PBB di Nusa Dua, Bali ditemukan bahwa Amerika Serika, Kanada, Australia dan Jepang tidak bersungguh-sungguh menyelesaikan pemanasan global. Salah satu alasannya karena menurut Negara maju penyebab pemanasan global bukan hanya dari aktifitas industri mereka saja, namun juga dari hutan kita yang terbakar, rawa kita yang menghasilkan gas methana (NH4) serta peternakan. Hal ini disebabkan karena sektor pertanian Indonesia menyumbangan 13,6 persen gas rumah kaca. Emisi GRK sektor pertanian tanpa lahan gambut 70 persen berasal dari sawah, 29,9 persen dari peternakan dan 0,1 persen dari pembakaran residu pertanian. Gas utama yang diemisikan adalah gas metan dan N2O. Jika ditambah dengan alih fungsi lahan dan kehutanan, emisi GRK yang dihasilkan bertambah 47 persen.
Lagi-lagi Indonesia “diam” dengan fenomena tersebut. Belum lagi selesai isu pemanasan global. Sekarang isu limbah B3 yang masuk ke Indonesia menurut Direktur Keadilan Perkotaan Hijau Indonesia, Selamet Daroyni (Republika, 12/3) menilai masuknya limbah B3 ke Indonesia karena karena ketidaktegasan Presiden SBY. Menurut Selamet, Presiden melalui Jajarannya dapat menolak keras kepada Negara-negara yang masih mengekspor limbah B3 ke Indonesia. Bahkan Pemerintah juga bias memutuskan hubungan diplomatik.
Perbedaan pemahaman antara tiga instansi pemerintah terkait maraknya limbah B3 yang masuk, yaitu Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), Perindustrian dan Perdagangan. Padahal menurut undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan undang-undang No. 32 tahun 2009 terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, melarang setiap kegiatan impor limbah B3 dalam bentuk apa pun. Namun Kementrian Perindustrian dan Perdagangan mereka berpendapat, sepanjang masih memiliki nilai ekonomi, setiap barang boleh masuk ke Indonesia. (Republika, 12/3).
Jika memang benar yang dikatakan oleh Direktur Keadilan Perkotaan Hijau Indonesia, Selamet Daroyni, maka Indonesia tinggal bersiap menunggu kehancurannya, sebab bukan mustahil ketika segala sesuatu yang dilaksanakan hanya dengan alasan finansial dan ekonomi serta mengesampingkan fungsi daripada lingkungan, bahkan hingga tega “menghalalkan” limbah B3 masuk ke Indonesia, maka jangan “latah” ketika akan ada Kasus Love kanal, Minamata, fukusima dan lain sebagainya di Indonesia. Bersiaplah. Itu saja!
Dapat juga dibaca melalui http://sumbawabaratnews.com/?p=4698
Belum lama ini kita sempat dihebohkan dengan berita masuknya limbah B3 ke Indonesia. Beberapa waktu yang lalu Dinas Bea Cukai mendapati sebanyak 113 kontainer yang berisi limbah scrap logam yang terkontaminasi limbah B3 (Republika Online, Kamis 1/3). Limbah B3 adalah Limbah bahan berbahaya dan beracun disingkat Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan / atau beracun yang karena sifat dan / atau konsentrasinya dan / atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan / atau merusakkan lingkungan hidup dan / atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (PP No. 18 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun).
Sebenarnya ada fenomena unik dari kasus masuknya
limbah B3 ke Indonesia. Negara tercinta ini sepertinya memang “harus”
belajar dari real cases untuk baru dapat tanggap dan peka terhadap suatu
masalah. Lihat saja persinggungan antara Indonesia dan Malaysia, sebut
saja salah satu contohnya pada kasus klaim Malaysia terhadap angklung
Indonesia, tarian kecak Bali dan lain sebagainya, maka baru saat itu
Indonesia seakan kebakaran jenggot mengakui hak miliknya, ketika itu
baru kita sibuk membuat peraturan, regulasi, hak paten dan tetek bengek
lainnya. Apakah kita tidak jera dengan insiden hilangnya kepulauan
ligitan dan sepadan yang jatuh ke tangan Malaysia beberapa waktu lalu?
Nah, apakah fenomena impor limbah B3 akan terus dibiarkan berjalan
begitu saja hingga nanti semua Negara akan mengirim limbah B3-nya ke
Indonesia?
Sebenarnya ada apa dengan bangsa ini? Rasanya belum terlalu lama Indonesia merdeka, baru hampir ke-67 tahunnya namun begitu banyak perubahan, bukan menjadi lebih baik tapi malah sebaliknya masuk kedalam keterpurukan yang mendalam. Bila sewaktu di bawah kepemimpinan Bung Karno bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang keras , berani “tampil beda” dan senantiasa berpihak dan membela Negara-negara Asia-Afrika yang masih tertindas oleh kolonialisme. Sekarang semua itu seolah tinggal sejarah. Saat ini kita hanya mampu diam tak berbalas ketika bangsa-bangsa lain mengirimkan limbah B3 ke Indonesia. Bukankah itu suatu penghinaan atas moral bangsa? Wong Negara yang subur makmur gini kok malah dijadikan tempat pembuangan limbah B3 oleh Negara lain. Negara lain yang “cuma” dapat kiriman asap dari kebakaran hutan di Indonesia yang notabenenya tidak ada faktor kesengajaan, hanya karena fakor angin sehingga sampai ke Negera tetangga (Malaysia, Singapura) namun mereka sudah heboh bukan kepalang.
Apakah fenomena itu masih kurang untuk membangunkan kita dari tidur yang panjang? Satu hal lagi terkait fenomena pemanasan iklim global (Global Climate Change). Laju pertumbuhan penduduk dunia terutama di Negara-negara belum berkembang dan terbelakang, telah menimbulkan banyak masalah bagi umat manusia. Masalah-masalah tersebut antara lain kebutuhan pangan, pemukiman, lapangan pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya yang akan berdampak pada masalah lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya jumlah penduduk turut memacu pembangunan, dalam pembangunan sendiri memerlukan berbagai sumberdaya, baik itu sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Tak ada yang salah memang dengan konsep pembangunan yang tengah gencar-gencarnya dilakukan semua orang di berbagai Negara, termasuk di Indonesia. Namun satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana agar pembangunan tersebut tidak mengganggu fungsi daripada lingkungan., karena lingkungan hidup memiliki kapasitas terbatas untuk mampu mendukung beban pencemaran dan pengrusakan yang diterimanya.
Protokol Kyoto di Jepang yang merupakan sebuah persetujuan internasional yang sah mewajibkan Negara-negara industri untuk mengurangi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5,2% dari tingkat emisi pada tahun 1990. Namun berdasarkan pertemuan lanjutan para pemimpin Negara anggota PBB di Nusa Dua, Bali ditemukan bahwa Amerika Serika, Kanada, Australia dan Jepang tidak bersungguh-sungguh menyelesaikan pemanasan global. Salah satu alasannya karena menurut Negara maju penyebab pemanasan global bukan hanya dari aktifitas industri mereka saja, namun juga dari hutan kita yang terbakar, rawa kita yang menghasilkan gas methana (NH4) serta peternakan. Hal ini disebabkan karena sektor pertanian Indonesia menyumbangan 13,6 persen gas rumah kaca. Emisi GRK sektor pertanian tanpa lahan gambut 70 persen berasal dari sawah, 29,9 persen dari peternakan dan 0,1 persen dari pembakaran residu pertanian. Gas utama yang diemisikan adalah gas metan dan N2O. Jika ditambah dengan alih fungsi lahan dan kehutanan, emisi GRK yang dihasilkan bertambah 47 persen.
Lagi-lagi Indonesia “diam” dengan fenomena tersebut. Belum lagi selesai isu pemanasan global. Sekarang isu limbah B3 yang masuk ke Indonesia menurut Direktur Keadilan Perkotaan Hijau Indonesia, Selamet Daroyni (Republika, 12/3) menilai masuknya limbah B3 ke Indonesia karena karena ketidaktegasan Presiden SBY. Menurut Selamet, Presiden melalui Jajarannya dapat menolak keras kepada Negara-negara yang masih mengekspor limbah B3 ke Indonesia. Bahkan Pemerintah juga bias memutuskan hubungan diplomatik.
Perbedaan pemahaman antara tiga instansi pemerintah terkait maraknya limbah B3 yang masuk, yaitu Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), Perindustrian dan Perdagangan. Padahal menurut undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan undang-undang No. 32 tahun 2009 terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, melarang setiap kegiatan impor limbah B3 dalam bentuk apa pun. Namun Kementrian Perindustrian dan Perdagangan mereka berpendapat, sepanjang masih memiliki nilai ekonomi, setiap barang boleh masuk ke Indonesia. (Republika, 12/3).
Jika memang benar yang dikatakan oleh Direktur Keadilan Perkotaan Hijau Indonesia, Selamet Daroyni, maka Indonesia tinggal bersiap menunggu kehancurannya, sebab bukan mustahil ketika segala sesuatu yang dilaksanakan hanya dengan alasan finansial dan ekonomi serta mengesampingkan fungsi daripada lingkungan, bahkan hingga tega “menghalalkan” limbah B3 masuk ke Indonesia, maka jangan “latah” ketika akan ada Kasus Love kanal, Minamata, fukusima dan lain sebagainya di Indonesia. Bersiaplah. Itu saja!
Ditulis oleh : Saprian (Mahasiswa TL angkt 2009)
Artikel ini diterbitkan oleh Harian Sumbawa Barat Pos Edisi 28 Maret 2012
Langganan:
Postingan (Atom)